Rabu, 22 Juli 2009

Pandemi Flu Babi Mengkhawatirkan



Washington (ANTARA News/Reuters) - Dengan menyatakan virus baru H1N1 "tidak bisa dihentikan," Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuka peluang kepada produsen farmasi untuk memproduksi vaksin anti pandemik influenza, seraya menyatakan para pekerja kesehatan harus menjadi prioritas pertama.

Setiap negara perlu memvaksinasi warganya dari virus flu babi dan harus menentukan siapa lagi yang diprioritaskan setelah perawat, dokter dan teknisi, kata Dr. Marie-Paule Kieny, Direktur Prakarsa Riset Vaksin, WHO.

Sejumlah laporan menunjukkan virus baru ini menyerang manusia dengan cara yang berbeda dari flu musiman, menimpa kalangan muda usia, orang-orang dewasa berperawakan gendut yang tampak sehat, dan membuat penyakit menyebar hingga ke paru-paru.

Kepada wartawan, Kieny mengungkapkan sejumlah penemuan dari Kelompok Penasehat Strategis Pakar Imunisasi WHO yang disingkat SAGE.

"Komite ini telah memastikan pandemik H1N1 tak bisa dihentikan dan oleh karena itu semua negara memerlukan akses untuk mendapatkan vaksinnya," kata Kieney.

"SAGE menilai para pekerja kesehatan adalah yang harus pertama kali diimunisasi oleh semua negara, dalam upaya mencegah sistem kesehatan tetap berfungsi, begitu virus berkembang," tambahnya.

Setelah itu, setiap negara harus memutuskan siapa prioritas berikutnya, berdasarkan prilaku virus yang tidak biasa.

Flu musiman ini sendiri sudah cukup mematikan dimana setiap tahun 250.000 - 500.000 orang mati karenanya di seluruh dunia. Tetapi yang meninggal dunia kebanyakan orang tua atau mereka yang sudah mengidap penyakit kronis yang membuat mereka lebih rentan dari serangan flu, seperti asma.

Namun, untuk virus H1N1, orang tua tampak memiliki kekebalan ekstra yang merupakan gabungan dua virus flu babi yang salah satu darinya mengandung materi genetis dari burung dan manusia.

Virus ini adalah kerabat jauh dari virus H1N1 yang menyebabkan pandemik tahun 1918 hingga membunuh 50 juta dari 100 juta orang penderitanya.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature, Senin, mengonfirmasikan bahwa darah orang yang dilahirkan sebelum tahun 1920 memiliki antibodi tahun 1918 yang menunjukkan sistem kekebalan tubuh mereka akan menjejak lagi infeksi semasa kecilnya.

Penelitian dari Dr. Yoshihiro Kawaoka juga mendukung studi lainnya bahwa virus H1N1 baru ini tidak berkembang dalam hidung atau tenggorokan, seperti kebanyakan virus flu biasa.

"Virus H1N1 secara signifikan menyesuaikan diri lebih dalam di paru-paru," kata Kawaoka. Sementara, sejumlah studi lainnya memperlihatkan virus ini dapat menyebabkan efek ke saluran pencernaan (gastrointestinal), dan menyasar orang yang mengira dirinya baik-baik saja.

"Kegemukan diteliti menjadi salah satu faktor risiko bagi reaksi yang lebih ganas dari virus H1N1 yang tiak pernah dirasakan sebelumnya ini," tambah Kieny.

Belum jelas apakah orang gemuk yang tidak didiagnosis menghadapi masalah kesehatan akan terlihat mudah terserang virus, atau apakah kegemukan itu sendiri termasuk risiko.

Hari Jumat, sebuah tim dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan Universitas Michigan melaporkan bahwa sembilan dari sepuluh pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif adalah orang-orang gemuk.

Mereka ini juga menderita gejala yang tidak biasa berupa menggumpalnya darah di paru-paru dan mengalami kegagalan organ yang kompleks.

Tak seorang pun dari kesembilan orang itu tersembuhan dimana tiga diantaranya meninggal dunia.

CDC menaksir di AS saja sekurang-kurangnya sejuta orang terinfeksi virus ini, namun klinik di seluruh pelosok negeri telah diimbau untuk tidak menguji pasien sehingga jumlah pasti kasus flu babi menjadi mustahil diperoleh.

AS telah mendokumentasikan 211 kematian, sementara awal pekan lalu WHO mencatat 429 kematian.

Kieny mengatakan, WHO akan berupaya mendapatkan sampel virus yang lebih pantas untuk perusahaan-perusahaan farmasi pembuat vaksin.

Dia mengatakan virus yang telah terdistribusi ternyata tidak berkembang baik dalam telur ayam yang biasa menjadi bahan semua vaksin flu.

Satu kekecualian adalah MedImmune dari AstraZeneca yang berhasil mengembangkan vaksin hidup yang menyembur dari hidung dan lebih mudah diproduksi, kata Kieny.

WHO mengatakan semua negara harus melanjutkan program vaksinasi mereka guna melawan flu musiman. Kieny mengatakan virus musiman H3N2 kini juga menjadi sangat aktif di sepanjang musim dingin di bagian selatan Bumi.

Sanofi-Aventis, Novartis, Baxter, Nobilon dari Schering-Plough, GlaxoSmithKline, Solvay, CSL dan MedImmune adalah beberapa perusahaan yang sedang mengembangkan vaksin flu babi

Minggu, 05 Juli 2009

Tips Kesehatan : Jangan Makan Sambil Kerja

Tips Kesehatan tentang Makan : Sering kali kita merasa malas untuk bangun dari meja tempat kita bekerja walaupun merasa perut lapar.

Semakin di perparah apabila pekerjaan yang sudah dikerjar deadline belum juga selesai sementara tenggat waktu sudah dekat. sering kali sembari kita sibuk mengetik atau menatap layar komputer,kita gunakan juga waktu yang ada untuk makan. mungkin kalau sekali dua kali tidak menjadi masalah.

tapi kalau trus keterusan gimana dong?

Makan siang di meja kerja sepertinya kini telah jadi gaya hidup orang kantoran. Menurut data American Dietetic and ConAgra Foods Foundation, 70 persen warga Amerika terbiasa makan siang di meja kerja beberapa kali dalam seminggu.

Meski kebiasaan makan siang di meja terkesan sepele, sebenarnya kebiasaan itu bisa mengundang gangguan penyakit. Selain asupan nutrisi dari makanan yang disantap mungkin jauh dari standar, kemungkinan terpapar kuman penyakit dari peralatan kantor pun besar.

“Meja kantor tidak didesain untuk jadi tempat makan. Karenanya makan siang di depan komputer bisa berdampak buruk bagi kesehatan,” kata Rick Hall, RD, MS, dari Arizona State University, Arizona, AS.

Menyantap makanan di meja kerja bisa membuat kita kurang fokus pada makanan. Bagaimana tidak, sambil makan biasanya kita nyambi membaca atau menulis e-mail, menjawab telepon, atau membereskan berkas-berkas. “Karena multitasking, kecenderungannya kita jadi makan secara berlebihan,” kata Susan Moores, juru bicara American Dietetic Assocation.

Kebersihan meja kerja juga perlu dipertanyakan. Seperti kita ketahui, meja kerja merupakan salah satu tempat yang paling banyak mengandung kuman bakteri. Sebuah penelitian menunjukkan, meja kerja menyimpan bakteri 400 kali lebih banyak dibanding dengan toilet. Potensi perpindahan kuman ke dalam makanan yang kita santap pun sangat besar.

Gangguan kesehatan yang bisa disebabkan oleh makanan dan minuman yang kurang bersih di antaranya adalah tifus, diare, atau hepatitis A.

Bila terpaksa harus makan siang di meja kerja, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko, misalnya saja dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, menggunakan peralatan makan yang bersih, atau memilih menu makanan yang panas.

Selain itu, perhatikan asupan nutrisi dari makanan yang disantap. Pastikan makanan yang diasup cukup lengkap kandungan gizinya. Jangan hanya asal murah dan mengenyangkan.

Agar lebih sehat, jangan jadikan makan siang di meja sebagai gaya hidup. Luangkan waktu untuk beristirahat dan makan siang yang lebih baik bila tak ingin kesehatan dan performa kerja terganggu.

Jumat, 19 Juni 2009

Pengobatan Diabetes

Pilihan Baru Pengobatan Diabetes
Pengobatan diabetes - Kini ditemukan jenis insulin baru yang bisa disuntikkan satu kali sehari. Bagi pehobi dan pemerhati film, nama Halle Berry tentu tak asing di telinga. Namun, mungkin tak banyak yang paham jika artis cantik peraih Oscar lewat filmnya Monster's Ball ini adalah pasien Pengobatan diabetes mellitus tipe I (DM I). Artinya, Berry yang belum lama ini merampungkan film terbarunya yang berjudul Catwomen ini setiap hari wajib menyuntikkan insulin ke tubuhnya. Jika tidak, nyawa taruhannya.

Pengobatan Penyakit diabetes mellitus atau kencing manis memang tak bisa dianggap remeh. Bagi pasien DM I atau beberapa pasien pengobatan diabetes melitus tipe II (DM II) terapi insulin wajib hukumnya. Injeksi insulin menjadi keharusan karena hormon insulin pada tubuh penderita diabetes mellitus tidak bisa dihasilkan, atau tidak dapat digunakan dengan baik. Dalam tubuh hormon insulin diperlukan untuk mengubah glukosa (gula) menjadi energi. Karena tak mampu melakukan konversi gula menjadi energi tersebut, maka pasien DM mempunyai kadar glukosa tinggi dalam sistem tubuhnya. Keadaan ini dikenal sebagai gula darah tinggi atau hiperglikemi. Prof Dr Hendromartono SpPD-KEMD, wakil kepala Pusat Diabetes dan Nutrisi FK Unair Surabaya menyatakan, hormon insulin ini dikeluarkan oleh organ tubuh yang bernama pankreas.

"Hormon ini yang mengatur kadar glukosa darah kita untuk tetap berada pada batas normal," ungkapnya dalam acara Pertemuan ilmiah Awam di Surabaya, pekan lalu. Acara ini diadakan untuk memperingati Hari Diabetes Nasional yang diselenggarakan Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) wilayah Surabaya dan Aventis. Gejala-gejala diabetes, di antaranya trias poli (3P) yaitu poliuri (banyak kencing), polidipsi (banyak minum), dan poligafi (banyak makan). "Biasanya berat badan juga menurun drastis, kesemutan, terjadi gangguan mata, dan disfungsi ereksi," papar dr Soegianto Wibisono SpPD dari RS Husada Surabaya. Ini adalah gejala-gejala klasik yang umumnya terjadi pada penderita. Namun, mungkin saja tak ada gejala yang dirasakan penderita. "Jika begini biasanya baru beberapa tahun kemudian ketahuan penyakitnya," ungkapnya.

Karena itu, lanjut Soegianto, mereka yang memiliki riwayat keluarga penderita DM sebaiknya memeriksakan gula darah setidaknya satu kali setahun. "Tentu harus diiringi dengan diet, olah raga, dan pola hidup yang sehat," paparnya. Apalagi, saat ini telah terjadi pergeseran usia penderita. Jika sebelumnya pasien DM cenderung usia cukup tua, maka kini orang usia muda sudah banyak yang terkena DM. "Memang ada kecenderungan peningkatan pasien usia muda. Banyak dari pasien saya pada usia 20 tahun hingga 30 tahun sudah terkena DM," ungkap dr Ipung Puruhito SpPD dari RS Haji Surabaya. Ini karena pola hidup tak sehat kian banyak terjadi di masyarakat. "Pola makan yang salah dan kurang gerak badan, misalnya, bisa menjadi faktor pencetus DM," ujar Ipung. Faktor pencetus DM lainnya adalah infeksi virus, kegemukan, minum obat yang bisa menaikkan kadar gula darah, penuaan, dan stres.

Pengobatan diabetes
Tujuan pengobatan diabetes pada dasarnya adalah mengontrol glikemi atau gula darah hingga mencapai kadar gula darah yang mendekati normal (kadar gula darah orang sehat). Namun, di tengah pengobatan ini harus juga dicegah terjadinya hipoglikemi atau kadar gula darah yang terlalu rendah. Bila tujuan tersebut dapat dicapai maka penderita diabetes akan merasa lebih sehat dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu, timbulnya komplikasi yang serius dan mengancam jiwa penderita dapat dicegah. Menurut Hendro, pengobatan diabetes harus dikelola melalui beberapa tahapan yang saling terkait. Pengelolaan diabetes ini meliputi edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, dan penggunaan obat-obatan, baik oral maupun insulin. Terapi insulin wajib diberikan pada penderita DM I. Pada penderita DM II, sekitar 40 persennya juga harus menjalani terapi insulin. "Di Indonesia sekitar 90 persen hingga 95 persen adalah pasien DM II. Sisanya adalah pasien DM I," ujar Hendromartono.

Tes gula darah dapat secara efektif menentukan jumlah insulin yang dibutuhkan setiap harinya. "Kapan penderita perlu mengukur kadar gula darah sendiri di rumah dapat bervariasi," ujarnya. Namun, lanjut Hendro, yang dianjurkan adalah saat pagi hari sebelum sarapan, dua jam setelah makan, dan malam hari sebelum tidur. Selain itu, diperlukan pula pengukuran pada saat tertentu, misalnya pengukuran yang lebih ketat jika terjadi hipoglikemi, saat sebelum olah raga, dan pada kehamilan. Pengobatan diabetes bisa dikatakan berhasil jika glukosa darah puasa adalah 80 sampai 109 mg/dl, kadar glukosa darah dua jam adalah 80 sampai 144 mg/dl, dan kadar A1c kurang dari tujuh persen. Pengukuran hemoglobin (Hb) terglikosilasi HBA1c (A1c) adalah cara yang paling akurat untuk menentukan tingkat ketinggian gula darah selama dua sampai tiga bulan terakhir.

"Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang mengangkut oksigen. Salah satu jenis dari Hb adalah HbA dan HbA1c merupakan subtipe spesifik dari HbA," papar Hendro. Semakin tinggi kadar glukosa darah, akan semakin cepat HbA1c terbentuk, yang mengakibatkan tingginya kadar HbA1c. HbA1c ini juga merupakan pemeriksaan tunggal terbaik untuk menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh tingginya kadar glukosa darah. Contohnya, pada saraf dan pembuluh darah kecil di mata dan ginjal. Selain itu, juga bisa menilai risiko terhadap komplikasi penyakit diabetes. "Sudah ada penelitian klinis mengenai hal ini, seperti Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)," ungkap Hendro. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan memperbaiki nilai HbA1c maka dapat menurunkan perkembangan dan perjalanan komplikasi diabetes pada mata, ginjal, dan saraf, baik pada DM I maupun DM II.

Insulin 24 jam
Seiring dengan kian meningkatnya kasus diabetes mellitus maka berbagai penelitian untuk mencari pengobatan terbaik terus dilakukan. Salah satunya dilakukan PT Aventis Pharma dengan mengembangkan insulin glargine. Insulin yang memiliki merek dagang Lantus ini memiliki kelebihan dibandingkan jenis-jenis insulin sebelumnya, yakni cukup disuntikkan satu kali sehari. Lantus dirancang untuk meningkatkan kontrol gula darah dan pada saat yang sama dapat mengurangi terjadinya risiko hipoglikemi.

"Lantus ini merupakan pilihan untuk penderita DM I dan DM II yang dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan insulin lainnya," papar dr James Hajadi, head of medical and regulatory division PT Aventis Pharma. Lantus adalah sebuah insulin basal yang bekerja jangka panjang. Basal merujuk kepada insulin yang dibutuhkan oleh tubuh kita di sela waktu antara makan. Lantus ini melepaskan insulin secara perlahan dan terus menerus ke dalam tubuh. "Pelepasan seperti ini menyebabkan terjadinya absorpsi insulin lebih lambat dan tercapainya efek kerja yang lebih panjang," ujar James.

Pada insulin jangka panjang dari jenis yang lama umumnya terjadi aktivitas puncak insulin pada saat tertentu. Contohnya, insulin Neutral Protamine Hagedorn (NPH) yang membentuk puncak tiga sampai lima jam setelah injeksi. Kerjanya pun hanya 14 jam (kurang lebih tiga jam). Berarti NPH harus diberikan dua kali sehari. "Pada Lantus tidak membentuk sebuah puncak kadar insulin karena adanya pelepasan yang perlahan serta terus menerus. Ini menyebabkan terjadinya absorpsi insulin yang lambat dan efek jangka panjang," jelas James. Insulin glargine ini mempunyai waktu kerja selama 24 jam, lebih lama dari insulin jangka menengah maupun jangka panjang lainnya. "Akibatnya Lantus hanya perlu disuntikkan sekali sehari, tidak seperti insulin jangka panjang lainnya yang harus diberikan dua kali sehari," ujarnya.

Sumber : Republika Online - Selasa, 27 Juli 2004 - Penulis : mag